PEMBIAYAAN MURABAHAH
Makalah ini disusun untuk memenui tugas ahir mata kuliah Fiqih
Mu’amalah II
Dosen Pembimbing
Dr. H .ABBAS ARFAN ,Lc,. MH
Oleh kelompok :IX
Choirun Ni’matus S (12220132)
M. Makmun Satriyono
(12220134)
Nizar (12220160)
Hifna Wardatus Sholihah
(12220161)
M. Dzikrullah
(12220163)
JURUSAN
HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam Al-Bai’ di tinjau dari harga al-Bai’ dapat di kategorikan
menjadi beberapa jenis diantaranya adalah Murabahah. Jual beli dalam
terminologi fikih disebut dengan al-Bai’ yang secara etimologis dapat diartikan
dengan tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafad al-Bai’ dalam
bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira
(beli). Dengan demikian kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga
berarti beli. Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli,
sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama’ fiqh dan secara operasional dia
merupakan salah satu produk perbankan Islam diantara produk-produk lainnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Murabahah ?
2.
Bagaimana
konsep Murabahah dalam perspektif fiqh ?
3.
Apa
jenis-jenis Murabahah?
4.
Bagaimana
pembiayaan Murabahah?
5.
Bagaimana
konsep murabahah dalam perspektif fatwa DSN?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
apa itu Murabahah
2.
Mengetahui
konsep murabahah dala perspektif fiqh
3.
Mengetahiu
jenis-jenis murabahah
4.
Mengetahui
pembiayaan murabahah
5.
Mengetahui
konsep murabahah dalam perspektif DSN.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Murabahah
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribhun
(keuntungan). Sedangkan secara istilah menurut ulama’ Hanafiyah memindahkan hak
milik seseorang kepada orang lain sesuai dengan transaksi dan harga awal yang
dilakukan pemilik awal di tambah dengan keuntungan yang yang diinginkan.
Sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat murabahah adalah
jual beli yang dilakukan seseorang dengan berdasarkan pada harga beli penjual
ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak.[1]
Sedangkan pengertian Murabahah dalam perbankan syari’ah adalah
transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak
sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli dan jika telah disepakati, tidak dapat berubah selama
berlakunya akad ,sementara pembayaran dilakukan secara tangguh.[2]
B.
Murabahah
dalam Perspektif Fiqh
Ibn Rusyid
mendefinisikan murabahah sebagai berikut:
Murabahah tidak mempunyai rujukan atau referensi langsung dari
al-Qur’an maupun Sunnah yang ada hanyalah referensi tentang jual beli atau
perdagangan. Jual beli murabahah hanya dibahas dalam kitab-kitab fiqh. Imam
Malik dan Syafi’i mengatakan bahwa jula beli murabahah itu sah menurut hukum
walaupun Abdullah saeed mengatakan bahwa pernyataan ini tidak menyebutkan
referensi yang jelas dari Hadis menurut Al-Kaff, seorang kritikus kontemporer
tentang murabahah, bahwa para fuqoha’ terkemuka mulai menyatakan pendapat
mereka mengenai murabahah pada awal abad ke-2 H, karena tidak ada acuan
langsung kepadanya dalam al-Qur’an atau hadis yang ditrima umum, maka para ahli
hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain, Malik mendukung
faliditasnya dengan acuan pada praktek orang-orang Madinah. Ia berkata
“Penduduk Madinah telah berkonsensus akan legitimasi orang yang membeli pakaian
disebuah toko dan membawanya kekota lain untuk dijual dengan adanya tambahan
keuntungan sekian dan orang itu kemudian membelikan sesuatu itu untuknya, maka
transaksi demikian ini adalah sah.
Wahbah
Az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam jual beli murabahah itu disyari’atkan
beberapa hal, yaitu:[3]
1.
Mengetahui
Harga Pokok
Dalam jual beli murabahah disyaratkan agar mengetahui harga pokok
atau harga asli, karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli
at-tauliyyah dan al-wadhi’ah.
2.
Mengetahui
keuntungan
Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh sipembeli karena
margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui
harga merupakan syarat sah jual beli.
3.
Harga
pokok merupakan sesuau yang dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada
waktu terjadi jual beli dengan penjual dengan penjual yang pertama atau
setelahnya.
Jual beli murabahah merupakan jual beli amanah, karena pembeli
memberikan amanah kepada penjual untuk memberitahukan harga pokok barang anpa
bukti tertulis atau dengan kata lain dalam jual beli tidak diperbolehkan
berkhianat.
C.
Jenis-jenis
Murabahah
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal
ini bersifat dan berlaku umum pada jual beli barang-barang yang memenui syarat
jual beli murabahah. Dalam prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan Bank
Bukopin Syari’ah terbagi kepada 3 jenis, sesuai dengan peruntukkannya, yaitu[4]:
1.
Murabahah
model kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang akan
digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang
diperlukan oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk
modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila objek yang akan diperjual
belikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami
kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
2.
Murabahah
Investasi (MI) adalah pembiayaan jangka
menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang
diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
3.
Murabahah
Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk
pembiayaan pemilik rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk
membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang
digunakan biasanya berujud objek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat
tinggal.
D.
Pembiayaan
Murabahah
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan /piutang yang dapat
dipersamakan dengan itu berupa:
1.
Transaksi
investasi dalam akad Mudhorobah atau Musyarakah.
2.
Transaksi
sewa dalam akad ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam akad
ijarah Muntahiyah bit Tamlik.
3.
Transaksi
jual beli dalam akad Muarabahah, salam, dan Istishna’.
4.
Transaksi
pinjam meminjam dalam akad Qardh.
5.
Transaksi
multijaksa dengan menggunakan akad ijarah dan kafalah, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang/
kewajiban atau penyelesaian investasi mudharabah dan musyarakah dan hasil
pengelolahannya sesuai dengan akad.[5]
Dengan menggunakan fasilitas murabahah, bank dapat membiayai
nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan perdagangan. Adapun
secara rinci tujuan pembiayaan murabahah antara lain:
1.
Bank
dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli (a). bahan
mentah (b). bahan setengah jadi (c). barang jadi (d). suku cadang dan
penggantian.
2.
Bank
dapat pula membiayai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh nasabahnya.
Termasuk didalamnya biaya produksi barang, baik untuk pasar domestik maupun
dieskpor. Pembiayaan akan meliputi (a). biaya bahan mentah (b)tenaga kerja (c).
overhead cost (d) margin keuntungan.
3.
Nasabah
dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan mereka. Keperluan
pembiayaan mereka di tentukan pada besarnya stok dan persediaannya. Pembiayaan
juga meliputi biaya bahan mentah, tenaga kerja, dan overhead.
4.
Dalam
hal dimana nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang setengah jadi,
suku cadang, dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter of credit,
bank dapat membiayai permintaan akan letter of credit tersebut dengan
menggunakan prinsip murabahah.
5.
Nasabah
yang telah mendapat kontrak, baik kontrak kerja maupun kontrak pemasukan
barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai keperluan
ini dengan prinsip murabahah, dan untuk itu bank dapat meminta surat perintah
kerja dari nasabah yang bersangkutan.[6]
Bagi nasabah, akad murabahah merupakan model pembiayaan anternatif
dalam pengadaan barang-barang kebutuhan. Melalui pembiayaan murabahah, nasabah
akan mendapat kemudahan mengangsur pembayaran dengan jumlah yang sesuai
berdasarkan sepakatan dengan pihak bank. Bagi bank syari’ah, pembiayaan
merabahah merupakan akad penyaluran dan yang cepat serta mudah. Melalui
murabahah, bank syari’ah mendapat profit berupa margin dari selisih pembelian
dan penjualan.
Dalam proses pembiayaan, bank syari’ah membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana
bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri sebelum
menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual, yaitu berupa harga
pokok barang ditambah keuntungan. Dalam memperoleh barang yang dibutuhkan oleh
nasabah, selama ini bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank.
Secara yuridis formal berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005
tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkanprinsip syari’ah, telah ditetapkan bahwa ketentuan
pembiayaan melalui jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
1.
Kegiatan
penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan murabahah berlaku
persyaratan paling kurang sebagai berikut:;
a.
Bank
menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang.
b.
Jangka
waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan
kesepakatan bank dan nasabah.
c.
Bank
dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
d.
Dalam
hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah)untuk membeli barang maka akad
murabahah harus dilakukan setelah barangsecara prinsip menjadi milik bank.
2.
Dalam
hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagai mana yang
dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
Dalam
hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang
muka maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus
mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka
kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh bank maka bank dapat
meminta lagi pembayaraan sisa kerugiannya kepada nasabah.
b.
dalam
hal urbun, jika nasabah batal membeli barang maka urbun yang telah dibayarkan
nasabah menjadi milik bank, maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank
akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya. [7]
E.
Tujuan
atau Manfaat Murabahah
1.
Bagi
Bank
Secara prinsip merupakan saluranpenyaluran dana bank dengan cepat
dan mudah. Bank mendapatkan profit yaitu margin dari pembiayaan serta
mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi dan komisi
notaris).
2.
Bagi
Nasabah
Merupakan alternatif pendanaan yang memberikan keuntungan kepada
nasabah dalam bentuk membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang
seperti pembelian dan renovasi bangunan, pembelian kendaraan, pembelian barang
produktif seperti mesin produksi, dan pengadaan barang lainnya. Nasabah
mendapat peluang mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran tidak akan
berubah selama masa perjanjian.[8]
F.
Fitur
dan Mekanisme Murabahah
1.
Pembiayaan
Murabahah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapatdipersamakan dengan itu
untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah
untuk melunasi hutang/kewajibannya sesuai dengan akad.
2.
Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya, dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas
nama bank sendiri kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga
jual yaitu harga pokok barang dita,bah keuntungan.
3.
Dalam
memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama
bank.Dan kemudian barang tersebut dijual kepada nasabah. Dalam hal ini akad
murabahah baru dapat dilakukan setelah secara prinsip barang tersebut milik
bank.
4.
Pembayaran
oleh nasabah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (pada ahir priode atau
secara angsur).
5.
Jangka
waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan
kesepakatan bank dan nasabah.
6.
Bank
dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah.
7.
Uang
muka adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda
kesungguhan nasabah dalam transaksi murabahah. Pembayaran uang muka dilakukan sebelum transaksi murabahah
terjadi.
8.
Pada
prinsipnya uang muka adalah milik nasabah sehingga bank tidak moleh
mempergunakannya. Apabila transaksi murabahah jadi dilaksanakan, maka unag muka
dipergunakan sebagai pengurang dari piutang murabahah.
9.
Apabila
transaksi murabahah tidak jadi dilaksanakan (batal) maka uang muka harus
dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian riil yang dialami oleh
bank sehubungan dengan pembatalan tersebut, dan apabila uang muka tidak
mencukupi maka nasabah wajib membayar kekurangannya kepada bank.
10.
Urbun
adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda
kesungguhan nasasbah dalam transaksi murabahah. Pembayaran urbun dilakukan
setelah transaksi murabahah terjadi.[9]
G.
Murabahah
dalam sistem perbankan syari’ah
Bank-bank islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan
jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut
mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaiman
digunakan dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua ungsur:
harga pembeli dan biaya yang terkait, dan kesepakatan berdasarkan mark-up
(keuntungan).
Adapun
kelebihan kontrak Murabahah (pembayaran yang ditunda) adalah sebagai berikut:
1.
Pembeli
mengetahui semua biaya yang semestinya serta mengetahui harga pokok barang dan
keuntungan (mark up) yang diartikan sebagai prosentasi harga keseluruhan dan
ditambah biaya-biayanya.
2.
Subyek
penjualan adalah barang atau komoditas.
3.
Subyek
penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia seharusnya
mampu mengirimkannya kepada pembeli.
4.
Subyek
penjualan memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia hendaknya mampu
mengirimkannya kepada pembeli.
5.
pembayaran
yang di tunda.
Murabahah,
sebagaimana diyakini disini, diterapkan pada setiap pembiayaan dimana ada
komoditas yang dapat diindentifikasikan untuk dijual.Bank-bank Islam pada
umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan, yang merupakan
hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya. Prosentasi ini secara kasar benar
bagi bank-bank Islam dan juga sisitem-sistem perbankan islam di Pakistan dan
Iran.[10]
H.
Resiko
dalam Transaksi Murabahah
Dalam transaksi
murabahah, resiko yang mungkin terjadi dan harus diantisipasi adalah:
1.
Resiko
pembiayaan (credit risk), yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau gagal
dalam mengembalikan pembiayaan yang ditrima dari bank (default).
2.
Risiko
pasar, yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar, jika pembiayaan atas dasar
akad murabahah di berikan dalam valuta asing.[11]
I.
Fatwa
Syari’ah tentang Murabahah
Menurut fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No.04/DSN-MUI/IV/2000, untuk dapat menjalankan
pembiayaan murabahah, ketentuan yang harus diikuti adalah sebagai berikut;
1.
Bagi
bank syari’ah:
a.
Bank
dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b.
Barang
yang diperjual belikantidak diharamkan oleh syari’at islam.
c.
Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
d.
Bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.
e.
Bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, misalnya jika
pembelian dilakukan secara utang/pembayaran tangguh.
f.
Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli ditambah dengan keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus
memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
g.
Nasabah
membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu
yang telah disepakati.
h.
Untuk
mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank
dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i.
Jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.
2.
Bagi
Nasabah:
a.
Nasabah
mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
b.
Jika
bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan
pedagang.
c.
Bank
kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli) sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakatinya karena secara
hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d.
Dalam
jual beli i ni bank di perbolehkan meminta nasabah untukk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
e.
Jika
nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
f.
Jika
nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya
kepada nasabah
g.
Jika
uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka maka jika nasabah memutuskan untuk membeli
barnag tersebut, ia tinggal membayar sisa
harga namun apabila nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung
oleh bank akibat pembatalan tersebut,
dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.[12]
J.
Jaminan
dalam konsep Murabahah
Pada dasarnya, jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah
serius dengan pesanannya. Karena itu, bank dapat meminta nasabah untuk
menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Dalam setiap akad murabahah yang
diterapkan dalam praktek, biasanya memang ditetapkan suatu jaminan.
Pada skema murabahah sederhanan (dalam arti murabahah yang terjadi
sehubungan dengan pembelian suatu barang dimana barang dijual oleh bank dengan
suatu margin tertentu), yang dijadikan sebagai jaminan pembayaran cicilan
nasabah kepada bank biasanya adalah barang yang dijual tersebut.
Contoh :”Sisika
membeli rumah berlantai dua milik yeni disurabaya dengan pembiayaan melalui
bank syari’ah. Bank Syari’ah tersebut menggunakan konsep murabahah dalam
pelaksanaannya. Siska dapat bertransaksi langsung dengan yeni (Sisika bertindak
selaku kuasa dari bank) dengan harta Rp 100 juta. Selanjutnya bank akan “menjual”
kembali rumah yang sudah “dibelinya” tersebut kepada Sisika dengan menetapkan
margin sebesar Rp 10 juta untuk jangka waktu cicilan selama 3 tahun, Siska akan
menyerahkan rumah itu kepada bank, untuk dibebani dengan Hak Tanggungan (bahasa
awamnya hipotek). Jadi rumah yang akan dijadikan sebagai objek jual beli murabahah
dijadikan sebagai jaminan pembayaran siska selaku nasabah.
Namun tidak tertutup kemungkinan pihak bank meminta jaminan
tambahan diluar barang yang dimurabahah kan. Pada skema murabahah yang komples
(dalam arti skema murabahah tersebut dijadikan sebagai sarana pembiayaan suatu
mega proyek, misalnya kredit konstruksi mal), maka biasanya yang dijadikan
sebagai jaminan tidak hanya objek yang diperjanjikan, melainkan juga bisa
melibatkan berbagai jaminan lain yang dapat ditrima oleh hukum positif, seperti
hak anggungan berupa fixed asse milik nasabah yang berada diempat lain, fidusia
atas tagihan, gadai saham, gadai deposito, jaminan perusahaan (corporate
guarantee), jaminan perorangan (personal guarantee) atau jaminan apapun yang
dapat ditrima oleh bank syari’ah.[13]
K.
Hutang
dalm Murabahah
1.
Secara
prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada
kaitannya denga transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas
barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan
atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2.
Jika
nasabah menjual brang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib
segera melunasi seluruh angsurannya.
3.
Jika
penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan
hutangnya esuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran
angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
L.
Penundaan
pembayaran dalm Murabahah
1.
Nasabah
yang memiliki kemampuan tidak dobenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2.
Jika
nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
M.
Bangkrut
dalam Murabahah
1.
Jika
nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus
menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan
kesepakatan.[14]
N.
Pembiayaan
Murabahah dalam KHES
Bagian keenam
Bai’ Murabahah
Pasal 116
(1) Penjual harus membiayai sebagian
atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesifikasinya.
(2) Penjual harus membeli barang
yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus
bebas riba.
(3) Penjual harus memberi tahu secara
jujur tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan.
Pasal 117
Pembeli harus membayar harga barang
yang telah disepakati dalam murabahah
pada waktu yang telah disepakati.
Pasal 118
Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian
khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad.
Pasal 119
Apabila penjual hendak mewakilkan
kepada pembeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah
menjadi milik penjual.
Pasal 120
Apabila penjual menerima permintaan
pembeli akan suatu barang atau aset, penjual harus membeli terlebih dahulu aset
yang dipesan tersebut dan pembeli harus menyempurnakan jual beli yang sah
dengan penjual.
Pasal 121
Penjual boleh meminta pembeli untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan dalam jual
beli murabahah.
Pasal 122
Apabila pembeli kemudian
menolak untuk menolak untuk membeli
barang tersebut, biaya riil penjual harus dibayar dari uang muka tersebut.
Pasal 123
Apabila nilai uang muka dari pembeli
kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh penjual, penjual dapat menuntut
pembeli untuk mengganti sisa krugiannya.
Pasal 124
(1) Sistem pembayaran dalam akad murabahah dapat dilakukan secara tunai
atau cicilan dalam kurun waktu yang disepakati.
(2) Dalam hal pembeli mengalami
penurunan kemampuan dalampembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan.
(3)Keringanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) di atas dapat diwujudkan dalam bentuk konversi dengan membuat
akad baru dalam penyelesaiankewajiban.
Bagian ketujuh
Konversi Akad Murabahah
Pasal 125
(1) Penjual dapat melakukan konversi
dengan membuat akad baru bagi pembeli yang tidak bisa melunasi pembiayaan murabahahnya
sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati.
(2) Penjual dapat memberikan
potongan dari total kewajiban pembayaran kepada pembeli dalam akad murabahah yang telah melakukan kewajiban
pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau pembeli yang mengalami
penurunan kemampuan pembayaran.
(3) Besar potongan sebagaimana
dimaksud pada Ayat(2) di atas diserahkan pada kebijakan penjual.
Pasal 126
Penjual dapat melakukan penjadwalan
kembali tagihan murabahah bagi
pembeli yang tidak bisa melunasi sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah
disepakati dengan ketentuan:
a.
Tidak
menambah jumlah tagihan yang tersisa;
b.
Pembenan
biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil;
c.
Perpanjangan
masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan para pihak.
Pasal 128
Lembaga keuangan syariah boleh melakukan konversi dengan membuat
akad baru bagi nasabah, yang bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaan murabahah-nya sesuai dengan jumla dan
waktu yang telah disepakati, dengan sayarat yang masih berprospektif.
Pasal
129
Akad murabahah dapat
diselesaikan dengan cara mejual objek akad kepada Lembaga Keuangan Syariah
dengan harga pasar, atau nasabah melunasi sisa utangnya kepada Lembaga Keuangan
Syariah dari penjualan objek akad.
Pasal
130
Apabila hasil penjualan objek akad murabahah melebihi sisa utang, maka kelebihan itu dikembalikan
kepada peminjam atau nasabah.
Pasal
131
Apabila hasil penjual lebih kecil dari sisa utang, maka sisa utang
tetap menjadi utang nasabah yang harus dilunasi berdasarkan kesepakatan.
Pasal
132
Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah ex-murabahah dapat membuat
akad baru dengan akad ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik, mudharabah,
dan/atau musyarakah.
Pasal
133
Apabila salah satu pihak konversi murabahah tidak dapat menunaikan
kewajibannya, atau apabila terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui shulh/shulh, dan/atau pengadilan.[15]
O.
Hasil
Observasi
Setelah kelompok kami melakukan observasi pada bank syari’ah
Mandiri yang terletak di Jl. Raya Sukarno Hatta Kav 5D/400, Malang menyatakan
bahwasannya :
1.
Mengapa
menggunakan istilah Pembiayaan dalam praktek Murabahah?
Penggunaan istilah pembiayaan dalam
hal ini didasarkan pada tujuan dari Bank Syari’ah yaitu untuk membiayai suatu
kebutuhan akan modal kerja atau kebutuhan akan pengadaan barang modal sehingga
dalam produk penyaluran dananya menggunakan istilah pembiayaan dan harus
diupayakan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai
dengan nilai-nilai Islami. Pembiayaan berarti kepercayaan, yakni kepercayaan
kemampuan seseorang untuk membayar. Kepercayaan ini didasarkan atas suatu
perjanjian. Hal ini sesuai dengan pasal 1 (12) Undang-Undang Perbankan No.10
Tahun 1998.
2.
Bagaimana
proses pembiayaan Murabahah dalam bank syari’ah ?
Adapun proses pelaksanaan pembiayaan murabahah:
a. Bank dan Nasabah mengadakan negosiasi dan persyaratan untuk pelaksanaan pembiayaan murabahah.
b .Setelah adanya negosiasi dan sesuai dengan persayaratan nasabah, maka selanjutnya bank dan nasabah mengadakan akad jual beli sesuai dengan permintaan nasabah, sehingga terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.
c. Setelah mengadakan akad jual beli bank membeli barang kepada penjual barang (suplier) sesuai dengan permintaan nasabah.
d. Sesuai permintaan nasabah, kemudian penjual barang (suplier) mengirim barang ke nasabah.
e. Nasabah terima barang dan dokumen sebagai bukti bahwa barang permintaan nasabah sudah diterima.
f. Setelah barang terkirim, maka nasabah melakukan pembayaran ke bank sesuai dengan akad atau perjanjian yang telah ditentukan.
Proses
pelaksanaan pembiayaan Murabahah bank syari’ah melalui tahap-tahap yang ada
telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam.
Kesesuaian
dengan prinsip-prinsip Islam dapat diliat dari :
1.
Didalam
perjanjian pembiayaan Murabahah ini tidak terdapat riba, tetapi menggunakan
mark-up atau margin keuntungan yang ditetapkan dimuka kontrak berdasarkan
kesepakatan bersama, yang nilainya tidak boleh berubah atau bertambah sampai
pelunasan (Q.S Al-Luqman:34)
2.
Melakukan
pembelian terhadap barang-barang yang halal .
3.
Adanya
jaminan kebendaan atas hutang (Q.S Al-Baqarah:282)
4.
.Jika
terjadi masalah dengan nasabah dilakukan dengan cara musyawarah dan pendekatan
dengan cara persuasif, hal ini sesuai dengan konsep Islam yang mementingkan
perdamaian dalam menyelesaikan masalah.
Jika terjadi wanprestasi maka pihak bank telah mempunyai langkah-langkah antisipatif untuk mengatasinya, yaitu:
1.
Melakukan
pemantauan terhadap nasabah sejak pembiayaan diberikan.
2.
Dengan
pendekatan secara kekeluargaan terhadap nasabah.
3.
Mengamankan
obyek yang dibiayai dan jaminannya untuk menjamin kepentingan keamanan bank.
4.
Upaya
terakhir, diserahkan kepada Badan Abritase Muamalat Indonesia (BAMUI) untuk
diselesaikan.
Dalam
praktek murabahah terdapat perbedaan yang tidak sesuai dengan peraturan yang
ada dalam DSN (Dewan Syari’ah Nasional) MUI. Diantaranya:
a.
Dalam
hal pembatalan akad murabahah
Menurut DSN
(Dewan Syari’ah Nasional) MUI bahwasannya Jika nasabah batal membeli, uang muka
menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
kekurangannya.
Menurut bank
syari’ah mengatakan bahwasannya
,Peraturan yang dipakai oleh Bank Mandiri Syariah cabang Malang tidak
menerapkan adanya pembatalan karena menurut pihak bank barang yang telah dibeli
dianggap telah terpakai oleh nasabah.
b.
Dalam
pencarian barang
Menurut DSN
(Dewan Syari’ah Nasional) MUI menyatakan bahwa :
(1) Jika bank
menerima permohonan dari nasabah ia harus membeli terlebih dahulu aset yang
dipesannya secara pedagang.
(2) Bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian
ini harus syah dan bebas riba.
Menurut bank
syari’ah : Bahwasanya nasabah mencari sendiri barang yang akan dibelinya
melainkan bukan bank yang mencarikan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
Murabahah
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribhun
(keuntungan). Sedangkan secara istilah menurut ulama’ Hanafiyah memindahkan hak
milik seseorang kepada orang lain sesuai dengan transaksi dan harga awal yang
dilakukan pemilik awal di tambah dengan keuntungan yang yang diinginkan.
Sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat murabahah adalah
jual beli yang dilakukan seseorang dengan berdasarkan pada harga beli penjual
ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak
Jenis-jenis Murabahah
1.
Murabahah model kerja (MMK)
2.
Murabahah
Investasi (MI)
3.
Murabahah
Konsumsi (MK)
Tujuan
atau Manfaat Murabahah
1.
Bagi
Bank
Secara prinsip merupakan saluranpenyaluran dana bank dengan cepat
dan mudah. Bank mendapatkan profit yaitu margin dari pembiayaan serta
mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi dan komisi
notaris).
2.
Bagi
Nasabah
Merupakan alternatif pendanaan yang memberikan keuntungan kepada
nasabah dalam bentuk membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang
seperti pembelian dan renovasi bangunan, pembelian kendaraan, pembelian barang
produktif seperti mesin produksi, dan pengadaan barang lainnya. Nasabah
mendapat peluang mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran tidak akan
berubah selama masa perjanjian
Daftar
Pustaka
Yazid, Afandi. Fiqih Mu’amalah. Yogyakarta: Logung Pustaka,
2009.
Naja, Daeeng. Akad Bank Syari’ah. Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2011.
Purnamasari, Devita Irma. Akad Syari’ah. Bandung: Mizan
Media Utama, 2001.
Zuhaili, Wahbah. Al-fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu, yang
diterjemahkan oleh Tim Counterpart Bank Muamalah, “Fiqh Muamalah Perbankan
Syari’ah”. Jakarta: PT.Bank Muamalah Indonesia , 1999.
Saeed, Abdullah. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Kodifikasi Produk Perbankan Syari’ah
http://ryanrahmadi99.blogspot.com/2013/04/makalah-murabahah.html
[1] M.yazid
Afandi, Fiqih Mu’amalah, (Yogyakarta:Logung Pustaka,2009),h.85
[2] Daeng
Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.43
[3] Wahbah
Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu, yang diterjemahkan oleh Tim
Counterpart Bank Mu’amalah, “Fiqh Muamalah Perebankan Syari’ah”,(Jakarta: PT.
Bank Muamalah Indonesia, 1999).h.2-13
[4] http://ryanrahmadi99.blogspot.com/2013/04/makalah-murabahah.html
[5]
Kodifikasi produk perbankan syari’ah
[6] Daeng
Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.43
[7] Daeng
Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.44
[8]
Kodifikasi produk perbankan syari’ah
[9]
kodifikasi produk perbankan syari’ah
[10]
Abdullah saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta:Pustaka
pelajar,2004),h.40.
[11] Irma
Devita Purnamasari, Akad Syari’ah, (Bandung:Mizan Media Utama,
2001),h,54.
[12] Daeng
Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.44-45
[13] Irma
Devita Purnamasari, Akad Syari’ah, (Bandung:Mizan Media Utama,
2001),h,54-55
[14]
Kodifikasi produk perbankan syari’ah
[15] PPHIMM, Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES), (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2009),
hlm.46-50