Jumat, 30 Mei 2014

Makalah Pembiayaan Murabahah



PEMBIAYAAN MURABAHAH
Makalah ini disusun untuk memenui tugas ahir mata kuliah Fiqih Mu’amalah II


Dosen Pembimbing




Dr. H .ABBAS ARFAN ,Lc,. MH






images logo uin.jpg

                                        


Oleh kelompok :IX
Choirun Ni’matus S          (12220132)
M. Makmun Satriyono       (12220134)
Nizar                                   (12220160)
Hifna Wardatus Sholihah    (12220161)
M. Dzikrullah                      (12220163)


JURUSAN HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Al-Bai’ di tinjau dari harga al-Bai’ dapat di kategorikan menjadi beberapa jenis diantaranya adalah Murabahah. Jual beli dalam terminologi fikih disebut dengan al-Bai’ yang secara etimologis dapat diartikan dengan tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafad al-Bai’ dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira (beli). Dengan demikian kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli. Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama’ fiqh dan secara operasional dia merupakan salah satu produk perbankan Islam diantara produk-produk lainnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Murabahah ?
2.      Bagaimana konsep Murabahah dalam perspektif fiqh ?
3.      Apa jenis-jenis Murabahah?
4.      Bagaimana pembiayaan Murabahah?
5.      Bagaimana konsep murabahah dalam perspektif fatwa DSN?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu Murabahah
2.      Mengetahui konsep murabahah dala perspektif fiqh
3.      Mengetahiu jenis-jenis murabahah
4.      Mengetahui pembiayaan murabahah
5.      Mengetahui konsep murabahah dalam perspektif DSN.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Murabahah
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribhun (keuntungan). Sedangkan secara istilah menurut ulama’ Hanafiyah memindahkan hak milik seseorang kepada orang lain sesuai dengan transaksi dan harga awal yang dilakukan pemilik awal di tambah dengan keuntungan yang yang diinginkan. Sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat murabahah adalah jual beli yang dilakukan seseorang dengan berdasarkan pada harga beli penjual ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak.[1]
Sedangkan pengertian Murabahah dalam perbankan syari’ah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati, tidak dapat berubah selama berlakunya akad ,sementara pembayaran dilakukan secara tangguh.[2]

B.     Murabahah dalam Perspektif Fiqh
Ibn Rusyid mendefinisikan murabahah sebagai berikut:
Murabahah tidak mempunyai rujukan atau referensi langsung dari al-Qur’an maupun Sunnah yang ada hanyalah referensi tentang jual beli atau perdagangan. Jual beli murabahah hanya dibahas dalam kitab-kitab fiqh. Imam Malik dan Syafi’i mengatakan bahwa jula beli murabahah itu sah menurut hukum walaupun Abdullah saeed mengatakan bahwa pernyataan ini tidak menyebutkan referensi yang jelas dari Hadis menurut Al-Kaff, seorang kritikus kontemporer tentang murabahah, bahwa para fuqoha’ terkemuka mulai menyatakan pendapat mereka mengenai murabahah pada awal abad ke-2 H, karena tidak ada acuan langsung kepadanya dalam al-Qur’an atau hadis yang ditrima umum, maka para ahli hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain, Malik mendukung faliditasnya dengan acuan pada praktek orang-orang Madinah. Ia berkata “Penduduk Madinah telah berkonsensus akan legitimasi orang yang membeli pakaian disebuah toko dan membawanya kekota lain untuk dijual dengan adanya tambahan keuntungan sekian dan orang itu kemudian membelikan sesuatu itu untuknya, maka transaksi demikian ini adalah sah.
Wahbah Az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam jual beli murabahah itu disyari’atkan beberapa hal, yaitu:[3]
1.      Mengetahui Harga Pokok
Dalam jual beli murabahah disyaratkan agar mengetahui harga pokok atau harga asli, karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli at-tauliyyah dan al-wadhi’ah.
2.      Mengetahui keuntungan
Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh sipembeli karena margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.
3.      Harga pokok merupakan sesuau yang dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada waktu terjadi jual beli dengan penjual dengan penjual yang pertama atau setelahnya.
Jual beli murabahah merupakan jual beli amanah, karena pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk memberitahukan harga pokok barang anpa bukti tertulis atau dengan kata lain dalam jual beli tidak diperbolehkan berkhianat.

C.     Jenis-jenis Murabahah
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan berlaku umum pada jual beli barang-barang yang memenui syarat jual beli murabahah. Dalam prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan Bank Bukopin Syari’ah terbagi kepada 3 jenis, sesuai dengan peruntukkannya, yaitu[4]:
1.      Murabahah model kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila objek yang akan diperjual belikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
2.      Murabahah Investasi (MI) adalah pembiayaan jangka  menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
3.      Murabahah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilik rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanya berujud objek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat tinggal.

D.    Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan /piutang yang dapat dipersamakan dengan itu berupa:
1.      Transaksi investasi dalam akad Mudhorobah atau Musyarakah.
2.      Transaksi sewa dalam akad ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam akad ijarah Muntahiyah bit Tamlik.
3.      Transaksi jual beli dalam akad Muarabahah, salam, dan Istishna’.
4.      Transaksi pinjam meminjam dalam akad Qardh.
5.      Transaksi multijaksa dengan menggunakan akad ijarah dan kafalah, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang/ kewajiban atau penyelesaian investasi mudharabah dan musyarakah dan hasil pengelolahannya sesuai dengan akad.[5]

Dengan menggunakan fasilitas murabahah, bank dapat membiayai nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan perdagangan. Adapun secara rinci tujuan pembiayaan murabahah antara lain:
1.      Bank dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli (a). bahan mentah (b). bahan setengah jadi (c). barang jadi (d). suku cadang dan penggantian.
2.      Bank dapat pula membiayai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh nasabahnya. Termasuk didalamnya biaya produksi barang, baik untuk pasar domestik maupun dieskpor. Pembiayaan akan meliputi (a). biaya bahan mentah (b)tenaga kerja (c). overhead cost (d) margin keuntungan.
3.      Nasabah dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan mereka. Keperluan pembiayaan mereka di tentukan pada besarnya stok dan persediaannya. Pembiayaan juga meliputi biaya bahan mentah, tenaga kerja, dan overhead.
4.      Dalam hal dimana nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang setengah jadi, suku cadang, dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter of credit, bank dapat membiayai permintaan akan letter of credit tersebut dengan menggunakan prinsip murabahah.
5.      Nasabah yang telah mendapat kontrak, baik kontrak kerja maupun kontrak pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai keperluan ini dengan prinsip murabahah, dan untuk itu bank dapat meminta surat perintah kerja dari nasabah yang bersangkutan.[6]

Bagi nasabah, akad murabahah merupakan model pembiayaan anternatif dalam pengadaan barang-barang kebutuhan. Melalui pembiayaan murabahah, nasabah akan mendapat kemudahan mengangsur pembayaran dengan jumlah yang sesuai berdasarkan sepakatan dengan pihak bank. Bagi bank syari’ah, pembiayaan merabahah merupakan akad penyaluran dan yang cepat serta mudah. Melalui murabahah, bank syari’ah mendapat profit berupa margin dari selisih pembelian dan penjualan.

Dalam proses pembiayaan, bank syari’ah membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri sebelum menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual, yaitu berupa harga pokok barang ditambah keuntungan. Dalam memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, selama ini bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank.
Secara yuridis formal berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkanprinsip syari’ah, telah ditetapkan bahwa ketentuan pembiayaan melalui jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
1.    Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:;
a.         Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang.
b.         Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.
c.         Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d.        Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah)untuk membeli barang maka akad murabahah harus dilakukan setelah barangsecara prinsip menjadi milik bank.
2.    Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.       Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh bank maka bank dapat meminta lagi pembayaraan sisa kerugiannya kepada nasabah.
b.      dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank, maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. [7]

E.     Tujuan atau Manfaat Murabahah
1.      Bagi Bank
Secara prinsip merupakan saluranpenyaluran dana bank dengan cepat dan mudah. Bank mendapatkan profit yaitu margin dari pembiayaan serta mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi dan komisi notaris).
2.      Bagi Nasabah
Merupakan alternatif pendanaan yang memberikan keuntungan kepada nasabah dalam bentuk membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang seperti pembelian dan renovasi bangunan, pembelian kendaraan, pembelian barang produktif seperti mesin produksi, dan pengadaan barang lainnya. Nasabah mendapat peluang mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran tidak akan berubah selama masa perjanjian.[8]

F.      Fitur dan Mekanisme Murabahah
1.      Pembiayaan Murabahah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapatdipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi hutang/kewajibannya sesuai dengan akad.
2.      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok barang dita,bah keuntungan.
3.      Dalam memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank.Dan kemudian barang tersebut dijual kepada nasabah. Dalam hal ini akad murabahah baru dapat dilakukan setelah secara prinsip barang tersebut milik bank.
4.      Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (pada ahir priode atau secara angsur).
5.      Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.
6.      Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah.
7.      Uang muka adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda kesungguhan nasabah dalam transaksi murabahah. Pembayaran uang  muka dilakukan sebelum transaksi murabahah terjadi.
8.      Pada prinsipnya uang muka adalah milik nasabah sehingga bank tidak moleh mempergunakannya. Apabila transaksi murabahah jadi dilaksanakan, maka unag muka dipergunakan sebagai pengurang dari piutang murabahah.
9.      Apabila transaksi murabahah tidak jadi dilaksanakan (batal) maka uang muka harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian riil yang dialami oleh bank sehubungan dengan pembatalan tersebut, dan apabila uang muka tidak mencukupi maka nasabah wajib membayar kekurangannya kepada bank.
10.  Urbun adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda kesungguhan nasasbah dalam transaksi murabahah. Pembayaran urbun dilakukan setelah transaksi murabahah terjadi.[9]

G.    Murabahah dalam sistem perbankan syari’ah
Bank-bank islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaiman digunakan dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua ungsur: harga pembeli dan biaya yang terkait, dan kesepakatan berdasarkan mark-up (keuntungan).
Adapun kelebihan kontrak Murabahah (pembayaran yang ditunda) adalah sebagai berikut:
1.      Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya serta mengetahui harga pokok barang dan keuntungan (mark up) yang diartikan sebagai prosentasi harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
2.      Subyek penjualan adalah barang atau komoditas.
3.      Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia seharusnya mampu mengirimkannya kepada pembeli.
4.      Subyek penjualan memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli.
5.      pembayaran yang di tunda.
            Murabahah, sebagaimana diyakini disini, diterapkan pada setiap pembiayaan dimana ada komoditas yang dapat diindentifikasikan untuk dijual.Bank-bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya. Prosentasi ini secara kasar benar bagi bank-bank Islam dan juga sisitem-sistem perbankan islam di Pakistan dan Iran.[10]

H.    Resiko dalam Transaksi Murabahah
Dalam transaksi murabahah, resiko yang mungkin terjadi dan harus diantisipasi adalah:
1.      Resiko pembiayaan (credit risk), yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau gagal dalam mengembalikan pembiayaan yang ditrima dari bank (default).
2.      Risiko pasar, yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar, jika pembiayaan atas dasar akad murabahah di berikan dalam valuta asing.[11]

I.       Fatwa Syari’ah tentang Murabahah
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.04/DSN-MUI/IV/2000, untuk dapat menjalankan pembiayaan murabahah, ketentuan yang harus diikuti adalah sebagai berikut;
1.      Bagi bank syari’ah:
a.       Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b.      Barang yang diperjual belikantidak diharamkan oleh syari’at islam.
c.       Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
e.       Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang/pembayaran tangguh.
f.       Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah dengan keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
g.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h.      Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i.        Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.



2.      Bagi Nasabah:
a.         Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau             aset kepada bank.
b.         Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset          yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c.         Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus             menerima (membeli) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya karena             secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus            membuat kontrak jual beli.
d.        Dalam jual beli i ni bank di perbolehkan meminta nasabah untukk membayar   uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
e.         Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus            dibayar dari uang muka tersebut.
f.          Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank       dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah
g.         Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka maka         jika nasabah memutuskan untuk membeli barnag tersebut, ia tinggal membayar    sisa harga namun apabila nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank        maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan      tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi       kekurangannya.[12]

J.       Jaminan dalam konsep Murabahah
Pada dasarnya, jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Karena itu, bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Dalam setiap akad murabahah yang diterapkan dalam praktek, biasanya memang ditetapkan suatu jaminan.
Pada skema murabahah sederhanan (dalam arti murabahah yang terjadi sehubungan dengan pembelian suatu barang dimana barang dijual oleh bank dengan suatu margin tertentu), yang dijadikan sebagai jaminan pembayaran cicilan nasabah kepada bank biasanya adalah barang yang dijual tersebut.
Contoh :”Sisika membeli rumah berlantai dua milik yeni disurabaya dengan pembiayaan melalui bank syari’ah. Bank Syari’ah tersebut menggunakan konsep murabahah dalam pelaksanaannya. Siska dapat bertransaksi langsung dengan yeni (Sisika bertindak selaku kuasa dari bank) dengan harta Rp 100 juta. Selanjutnya bank akan “menjual” kembali rumah yang sudah “dibelinya” tersebut kepada Sisika dengan menetapkan margin sebesar Rp 10 juta untuk jangka waktu cicilan selama 3 tahun, Siska akan menyerahkan rumah itu kepada bank, untuk dibebani dengan Hak Tanggungan (bahasa awamnya hipotek). Jadi rumah yang akan dijadikan sebagai objek jual beli murabahah dijadikan sebagai jaminan pembayaran siska selaku nasabah.

Namun tidak tertutup kemungkinan pihak bank meminta jaminan tambahan diluar barang yang dimurabahah kan. Pada skema murabahah yang komples (dalam arti skema murabahah tersebut dijadikan sebagai sarana pembiayaan suatu mega proyek, misalnya kredit konstruksi mal), maka biasanya yang dijadikan sebagai jaminan tidak hanya objek yang diperjanjikan, melainkan juga bisa melibatkan berbagai jaminan lain yang dapat ditrima oleh hukum positif, seperti hak anggungan berupa fixed asse milik nasabah yang berada diempat lain, fidusia atas tagihan, gadai saham, gadai deposito, jaminan perusahaan (corporate guarantee), jaminan perorangan (personal guarantee) atau jaminan apapun yang dapat ditrima oleh bank syari’ah.[13]

K.    Hutang dalm Murabahah
1.      Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya denga transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2.      Jika nasabah menjual brang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3.      Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya esuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

L.     Penundaan pembayaran dalm Murabahah
1.      Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dobenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2.      Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

M.   Bangkrut dalam Murabahah
1.      Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.[14]

N.    Pembiayaan Murabahah dalam KHES
Bagian keenam
Bai’ Murabahah
Pasal 116
(1) Penjual harus membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesifikasinya.
(2) Penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas riba.
(3) Penjual harus memberi tahu secara jujur tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan.


Pasal 117
Pembeli harus membayar harga barang yang telah disepakati dalam murabahah pada waktu yang telah disepakati.
Pasal 118
Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad.
Pasal 119
Apabila penjual hendak mewakilkan kepada pembeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah menjadi milik penjual.

Pasal 120
Apabila penjual menerima permintaan pembeli akan suatu barang atau aset, penjual harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesan tersebut dan pembeli harus menyempurnakan jual beli yang sah dengan penjual.
Pasal 121
Penjual boleh meminta pembeli untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan dalam jual beli murabahah.
Pasal 122
Apabila pembeli kemudian menolak  untuk menolak untuk membeli barang tersebut, biaya riil penjual harus dibayar dari uang muka tersebut.
Pasal 123
Apabila nilai uang muka dari pembeli kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh penjual, penjual dapat menuntut pembeli untuk mengganti sisa krugiannya.
Pasal 124
(1) Sistem pembayaran dalam akad murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan dalam kurun waktu yang disepakati.
(2) Dalam hal pembeli mengalami penurunan kemampuan dalampembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan.
(3)Keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas dapat diwujudkan dalam bentuk konversi dengan membuat akad baru dalam penyelesaiankewajiban.
Bagian ketujuh
Konversi Akad Murabahah
Pasal 125
(1) Penjual dapat melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi pembeli yang tidak bisa melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati.
(2) Penjual dapat memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada pembeli dalam akad murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau pembeli yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
(3) Besar potongan sebagaimana dimaksud pada Ayat(2) di atas diserahkan pada kebijakan penjual.
Pasal 126
Penjual dapat melakukan penjadwalan kembali tagihan murabahah bagi pembeli yang tidak bisa melunasi sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati dengan ketentuan:
a.    Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;
b.    Pembenan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil;
c.    Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan para pihak.
Pasal 128
Lembaga keuangan syariah boleh melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabah, yang bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaan murabahah-nya sesuai dengan jumla dan waktu yang telah disepakati, dengan sayarat yang masih berprospektif.

Pasal 129
Akad murabahah dapat diselesaikan dengan cara mejual objek akad kepada Lembaga Keuangan Syariah dengan harga pasar, atau nasabah melunasi sisa utangnya kepada Lembaga Keuangan Syariah dari penjualan objek akad.

Pasal 130
Apabila hasil penjualan objek akad murabahah melebihi sisa utang, maka kelebihan itu dikembalikan kepada peminjam atau nasabah.

Pasal 131
Apabila hasil penjual lebih kecil dari sisa utang, maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah yang harus dilunasi berdasarkan kesepakatan.
Pasal 132
Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah ex-murabahah dapat membuat akad baru dengan akad ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik, mudharabah, dan/atau musyarakah.
Pasal 133
Apabila salah satu pihak konversi murabahah tidak dapat menunaikan kewajibannya, atau apabila terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui shulh/shulh, dan/atau pengadilan.[15]

O.    Hasil Observasi
Setelah kelompok kami melakukan observasi pada bank syari’ah Mandiri yang terletak di Jl. Raya Sukarno Hatta Kav 5D/400, Malang menyatakan bahwasannya :

1.      Mengapa menggunakan istilah Pembiayaan dalam praktek Murabahah?
Penggunaan istilah pembiayaan dalam hal ini didasarkan pada tujuan dari Bank Syari’ah yaitu untuk membiayai suatu kebutuhan akan modal kerja atau kebutuhan akan pengadaan barang modal sehingga dalam produk penyaluran dananya menggunakan istilah pembiayaan dan harus diupayakan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islami. Pembiayaan berarti kepercayaan, yakni kepercayaan kemampuan seseorang untuk membayar. Kepercayaan ini didasarkan atas suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan pasal 1 (12) Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998.

2.      Bagaimana proses pembiayaan Murabahah dalam bank syari’ah ?
Adapun proses pelaksanaan pembiayaan murabahah:

a. Bank dan Nasabah mengadakan negosiasi dan persyaratan untuk pelaksanaan pembiayaan murabahah.

b .Setelah adanya negosiasi dan sesuai dengan persayaratan nasabah, maka selanjutnya bank dan nasabah mengadakan akad jual beli sesuai dengan permintaan nasabah, sehingga terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.

c. Setelah mengadakan akad jual beli bank membeli barang kepada penjual barang (suplier) sesuai dengan permintaan nasabah.

d. Sesuai permintaan nasabah, kemudian penjual barang (suplier) mengirim barang ke nasabah.

e. Nasabah terima barang dan dokumen sebagai bukti bahwa barang permintaan nasabah sudah diterima.

f. Setelah barang terkirim, maka nasabah melakukan pembayaran ke bank sesuai dengan akad atau perjanjian yang telah ditentukan.
Proses pelaksanaan pembiayaan Murabahah bank syari’ah melalui tahap-tahap yang ada telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam.
Kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam dapat diliat dari :
1.    Didalam perjanjian pembiayaan Murabahah ini tidak terdapat riba, tetapi menggunakan mark-up atau margin keuntungan yang ditetapkan dimuka kontrak berdasarkan kesepakatan bersama, yang nilainya tidak boleh berubah atau bertambah sampai pelunasan (Q.S Al-Luqman:34)

2.    Melakukan pembelian terhadap barang-barang yang halal .

3.    Adanya jaminan kebendaan atas hutang (Q.S Al-Baqarah:282)

4.    .Jika terjadi masalah dengan nasabah dilakukan dengan cara musyawarah dan pendekatan dengan cara persuasif, hal ini sesuai dengan konsep Islam yang mementingkan perdamaian dalam menyelesaikan masalah.


Jika terjadi wanprestasi maka pihak bank telah mempunyai langkah-langkah antisipatif untuk mengatasinya, yaitu:
1.      Melakukan pemantauan terhadap nasabah sejak pembiayaan diberikan.
2.      Dengan pendekatan secara kekeluargaan terhadap nasabah.
3.      Mengamankan obyek yang dibiayai dan jaminannya untuk menjamin kepentingan keamanan bank.
4.      Upaya terakhir, diserahkan kepada Badan Abritase Muamalat Indonesia (BAMUI) untuk diselesaikan.
Dalam praktek murabahah terdapat perbedaan yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada dalam DSN (Dewan Syari’ah Nasional)  MUI. Diantaranya:
a.      Dalam hal pembatalan akad murabahah
Menurut DSN (Dewan Syari’ah Nasional) MUI bahwasannya Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Menurut bank syari’ah  mengatakan bahwasannya ,Peraturan yang dipakai oleh Bank Mandiri Syariah cabang Malang tidak menerapkan adanya pembatalan karena menurut pihak bank barang yang telah dibeli dianggap telah terpakai oleh nasabah.
b.      Dalam pencarian barang
Menurut DSN (Dewan Syari’ah Nasional) MUI menyatakan bahwa :
(1) Jika bank menerima permohonan dari nasabah ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara pedagang.
(2) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus syah dan bebas riba.
Menurut bank syari’ah : Bahwasanya nasabah mencari sendiri barang yang akan dibelinya melainkan bukan bank yang mencarikan




























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian Murabahah
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribhun (keuntungan). Sedangkan secara istilah menurut ulama’ Hanafiyah memindahkan hak milik seseorang kepada orang lain sesuai dengan transaksi dan harga awal yang dilakukan pemilik awal di tambah dengan keuntungan yang yang diinginkan. Sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat murabahah adalah jual beli yang dilakukan seseorang dengan berdasarkan pada harga beli penjual ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak

Jenis-jenis Murabahah
1.          Murabahah model kerja (MMK)
2.         Murabahah Investasi (MI)
3.         Murabahah Konsumsi (MK)
Tujuan atau Manfaat Murabahah
1.        Bagi Bank
Secara prinsip merupakan saluranpenyaluran dana bank dengan cepat dan mudah. Bank mendapatkan profit yaitu margin dari pembiayaan serta mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi dan komisi notaris).
2.        Bagi Nasabah
Merupakan alternatif pendanaan yang memberikan keuntungan kepada nasabah dalam bentuk membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang seperti pembelian dan renovasi bangunan, pembelian kendaraan, pembelian barang produktif seperti mesin produksi, dan pengadaan barang lainnya. Nasabah mendapat peluang mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran tidak akan berubah selama masa perjanjian



Daftar Pustaka

Yazid, Afandi. Fiqih Mu’amalah. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.

Naja, Daeeng. Akad Bank Syari’ah. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.

Purnamasari, Devita Irma. Akad Syari’ah. Bandung: Mizan Media Utama, 2001.

Zuhaili, Wahbah. Al-fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu, yang diterjemahkan oleh Tim Counterpart Bank Muamalah, “Fiqh Muamalah Perbankan Syari’ah”. Jakarta: PT.Bank Muamalah Indonesia , 1999.

Saeed, Abdullah. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Kodifikasi Produk Perbankan Syari’ah

http://ryanrahmadi99.blogspot.com/2013/04/makalah-murabahah.html

















[1] M.yazid Afandi, Fiqih Mu’amalah, (Yogyakarta:Logung Pustaka,2009),h.85
[2] Daeng Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.43
[3] Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu, yang diterjemahkan oleh Tim Counterpart Bank Mu’amalah, “Fiqh Muamalah Perebankan Syari’ah”,(Jakarta: PT. Bank Muamalah Indonesia, 1999).h.2-13
[4] http://ryanrahmadi99.blogspot.com/2013/04/makalah-murabahah.html
[5] Kodifikasi produk perbankan syari’ah
[6] Daeng Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.43

[7] Daeng Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.44

[8] Kodifikasi produk perbankan syari’ah
[9] kodifikasi produk perbankan syari’ah
[10] Abdullah saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta:Pustaka pelajar,2004),h.40.
[11] Irma Devita Purnamasari, Akad Syari’ah, (Bandung:Mizan Media Utama, 2001),h,54.
[12] Daeng Naja, Akad Bank Syari’ah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2011),h.44-45

[13] Irma Devita Purnamasari, Akad Syari’ah, (Bandung:Mizan Media Utama, 2001),h,54-55
[14] Kodifikasi produk perbankan syari’ah
[15] PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2009), hlm.46-50